Forum Alumni Sispala Jakarta (FASTA) menggelar Dialog Kepemudaan bertema “Membangun Karakter Bersama Alam” pada Selasa (8/7/2025).
Diskusi yang berlangsung di Journey Coffee, Tebet Jakarta Selatan itu, menghadirkan tiga pembicara dari berbagai latar belakang, Penasehat FASTA Rudi Nurcahyo; Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja Gah, dan Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Chico Hakim.
Kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus advokasi penting bagi ekstrakurikuler pecinta alam yang selama ini kerap terpinggirkan dalam sistem pendidikan formal.
Dalam forum ini, FASTA mendorong hadirnya regulasi yang adil, sistematis, dan berkelanjutan bagi kegiatan siswa pecinta alam sebagai bagian dari pembangunan karakter generasi muda.
Ketua FASTA, Adjie Rimbawan, menegaskan bahwa kepencintaalaman bukan sekadar kegiatan luar ruang, tetapi merupakan medium pendidikan karakter yang sangat efektif bagi generasi muda.
“Kepencintalaman dan kepetualangan yang sesuai dengan filosofi serta prosedur yang berlaku akan membawa kita kepada pembinaan karakter diri dan bangsa,” ujar Adjie dalam sambutannya mengawali diskusi.
Adjie menyoroti pentingnya penyelesaian persoalan standar kegiatan sebagai langkah awal dalam membangun kepercayaan berbagai pihak, termasuk sekolah, pemerintah, dan para orang tua siswa.
Menurutnya, ketika standar telah tercapai dan dipahami bersama, maka ruang untuk kegiatan siswa pencinta alam (Sispala) akan semakin terbuka dan aman.
“Namun begitu, pemerintah juga harus berikan ruang bagi mereka untuk bisa berkegiatan dan berlatih dengan baik, agar mereka bisa melatih diri dan selalu mampu mempersiapkan diri menghadapi risiko dalam setiap kegiatan alam bebas,” katanya.
Sementara itu, Rudi Nurcahyo dalam paparannya menyoroti sejarah dinamika regulasi kegiatan siswa pecinta alam, dari yang awalnya dibatasi hingga mulai mendapatkan tempat dalam sistem pendidikan.
Ia menyebut tiga tonggak penting yakni Perda No. 179 Tahun 2015, yang sempat membatasi ruang gerak kegiatan ekstrakurikuler dan Permendikbud No. 87 Tahun 2017, yang menjadi titik balik dengan menegaskan pentingnya penguatan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Menurut Rudi dengan lahirnya Perda No. 56 Tahun 2019, atas dorongan komunitas para Alumni Sispala dan dukungan Gubernur DKI kala itu, Anies Baswedan, membuka kembali ruang bagi kegiatan siswa pecinta alam dengan sistem lebih aman dan terstruktur.
Untuk itu Rudi juga menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan alumni dalam tata kelola kegiatan ekstrakurikuler.
“Alumni bisa jadi problem solver, tapi juga bisa jadi problem maker jika tidak ada sistem yang mengatur,” ujarnya.
Rudi mengatakan sebagai langkah konkret, FASTA menggagas Buku Putih dokumen standar operasional dan kompetensi yang disusun bersama komunitas seperti MAPALA UI, Wanadri, Federasi Mountenering Indonesia hingga Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia.
“Inilah bentuk komitmen kami terhadap keselamatan dan mutu kegiatan ekstrakurikuler,” tambahnya.
Namun Rudi menyayangkan stagnasi kelanjutan Permendikbud No. 87 tentang pendidikan karakter yang diharapkan menjadi payung hukum lebih luas.
“Ini PR kita bersama. Ekstrakurikuler pecinta alam bukan ancaman, tapi peluang membentuk karakter generasi emas 2045,” tegasnya.
Sedangkan Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taga Radja Gah, menegaskan pentingnya pendidikan luar kelas sebagai bagian dari pembentukan karakter.
“Saya ini guru 24 tahun. 18 tahun saya habiskan di kelas, dan saya makin yakin bahwa pendidikan yang membentuk saya justru terjadi di luar kelas,” katanya.
Taga mengisahkan pengalamannya membawa siswa ke Lembang untuk belajar dari alam. “Hari kedua, anak-anak sudah terbiasa makan di hutan. Mereka pulang jadi pribadi yang lebih tangguh,” ucapnya.
Ia menilai kegiatan pencinta alam memiliki nilai empiris dalam membentuk karakter siswa. “Dari 53 siswa yang ikut, banyak yang berubah jadi lebih hidup. Pendidikan karakter bukan teori, tapi pengalaman nyata,” tambahnya.
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Chico Hakim, menyoroti pentingnya keterlibatan pemuda dalam kegiatan kolektif seperti olahraga tim dan pencinta alam. Menurutnya, kerja tim sejak dini menjadi fondasi penting dalam kehidupan profesional.
“Saya wajibkan anak-anak saya ikut kegiatan kolektif, karena di situlah mereka belajar kepemimpinan, solidaritas, dan mengelola emosi,” ujar Chico.
Ia menilai banyak persoalan sosial muncul karena seseorang tidak memiliki pengalaman kolektif saat muda. Chico juga mengapresiasi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang aktif secara fisik dan sosial.
“Pak Pram itu akademis hebat, tapi juga aktif bersepeda dan olahraga. Ini menunjukkan pemimpin yang mengerti pentingnya pembentukan karakter,” katanya.
Sebagai usulan, Chico mengajak pelibatan figur-figur inspiratif seperti Kapolda Banten Suyudi Ario Seto yang aktif di dunia pecinta alam sejak SMA.
“Figur seperti beliau bisa masuk sekolah-sekolah, memberikan inspirasi langsung pada generasi muda,” tutup Chico, sekaligus menyatakan optimismenya bahwa program-program kepemudaan akan mendapat dukungan penuh dari Pemprov DKI Jakarta.

.jpeg)
Komentar0